Bentala.tv – Di berbagai negara, kartel dianggap sebagai tindakan yang hanya akan merugikan konsumen.
Di Indonesia, kartel merupakan salah satu perjanjian yang dilarang dalam suatu pasar atau persaingan usaha.
Larangan kartel tertuang di dalam Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi,
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc Honda dan Yamaha
Contoh kasus kartel di Indonesia yang pertama adalah praktik kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc yang dilakukan Honda dan Yamaha.
Kasus ini berawal saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc yang dilakukan oleh Honda dan Yamaha di Indonesia.
Usai pemeriksaan dan serangkaian sidang digelar, pada 20 Februari 2017, KPPU memutuskan bahwa praktik kartel antara Honda dan Yamaha memang benar terjadi.
Dalam putusan perkara Nomor 04/KPPU-I/2016, KPPU menghukum Yamaha untuk membayar denda sebesar Rp 25 miliar dan Honda Rp 22,5 miliar.
Majelis komisi memberikan penambahan denda kepada Yamaha sebesar 50 persen dari besaran proporsi denda karena telah memberikan djustifyata yang dimanipulasi dalam proses persidangan.
Honda dan Yamaha yang tidak terima dengan putusan ini mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut).
Pada 5 Desember 2017, PN Jakut menolak upaya banding tersebut dan memutuskan menguatkan keputusan KPPU.
Masih tak terima, Honda dan Yamaha kemudian mengajukan kasasi di level Mahkamah Agung (MA) yang kembali berujung pada penolakan.
Hingga akhirnya, pada April 2021, keduanya memilih mengajukan peninjauan kembali, namun usaha itu lagi-lagi tidak membuahkan hasil.
Kartel harga tiket pesawat kelas ekonomi
Kasus kartel di Indonesia yang menarik perhatian publik lainnya adalah kartel harga tiket pesawat kelas ekonomi.
Pada 23 Juni 2020, KPPU menetapkan tujuh maskapai penerbangan nasional telah melakukan kartel harga tiket pesawat kelas ekonomi.
Hal ini tertuang di dalam Putusan Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019.
Ketujuh maskapai tersebut, yakni Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya Air, Nam Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Air.
Dalam putusannya, KPPU memerintahkan ketujuh maskapai untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU sebelum mengambil setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha,
harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat selama dua tahun sejak putusan.
Tak terima, Lion Air Group yang terdiri dari Batik Air, Lion Air dan Wings Air mengajukan gugatan keberatan kepada PN Jakarta Pusat (Jakpus).
Pada 2 September 2020, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan Lion Air Group dan membatalkan putusan KPPU.
Atas putusan ini, KPPU pun mengajukan permohonan kasasi kepada MA. Pada 13 Desember 2022, MA mengabulkan kasasi KPPU.
Dengan begitu, maka putusan KPPU telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan wajib dilaksanakan.
Kartel garam bahan baku di Sumatera Utara
Kasus ini berawal dari adanya laporan masyarakat tentang adanya kesulitan melakukan pengiriman garam bahan baku ke Sumatera Utara (Sumut).
Selain itu, ada juga kesulitan dalam melakukan pembelian garam bahan baku di Sumut.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan kesepakatan secara lisan yang dilakukan PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo dengan PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, dan UD Sumber Samudera.
Dalam kasus ini, terjadi koordinasi antara pihak-pihak tersebut untuk bersama-sama melakukan pengontrolan pasokan dan pemasaran garam bahan baku di Sumut.
Dalam Putusan KPPU Nomor 10/KPPU-L/2005, KPPU menyatakan ketujuh pihak tersebut telah melanggar sejumlah pasal dalam UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, termasuk Pasal 11 tentang kartel.
Mereka terbukti telah mengontrol pasokan dan pemasaran garam bahan baku di Sumut. Ketujuh pihak terlibat dihukum untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp 2 miliar.
Kartel ban kendaraan bermotor roda empat
Contoh kasus praktik kartel di Indonesia yang ini melibatkan enam perusahaan, yakni PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal, PT Goodyear Indonesia, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli.
Keenamnya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kartel ban kendaraan bermotor roda empat dan melanggar Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Berdasarkan Putusan Perkara Nomor 08/KPPU- I/2014, KPPU menghukum keenam produsen kendaraan roda empat itu dengan denda masing-masing sebesar Rp 25 miliar.
Bridgestone dan produsen lain yang tidak terima dan mengajukan keberatan ke PN Jakpus. Pada 8 Juli 2015, PN Jakpus menguatkan vonis KPPU.
Namun, besaran denda yang wajib dibayarkan diturunkan menjadi Rp 5 miliar per perusahaan sehingga keenam perusahaan itu harus membayar denda dengan total Rp 30 miliar ke negara.
Keenam perusahaan itu belum merasa puas an mengajukan kasasi. Namun, MA menolak permohanan asasi tersebut dan sidang putusan pada 14 Juni 2016.
Atas putusan ini, Bridgestone dan Sumi Rubber Indonesia yang keberatan mengajukan upaya hukum terakhir, yaitu PK. Namun, dalam putusan yang diketok pada 25 Januari 2018 itu, upaya ini kembali gagal.
(sumber: KOMPAS.com)