Bentala.tv – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) segera mengkaji mekanisme pengawasan penghitungan suara dua panel secara bersamaan di tempat pemungutan suara (TPS) pada pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Model penghitungan suara dua panel ini merupakan terobosan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk efisiensi waktu dan tenaga, sekaligus guna mencegah kelelahan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bisa berakibat fatal sebagaimana Pemilu 2019.
Namun, Komisioner Bawaslu RI, Herwyn Malonda mengatakan bahwa terobosan itu memunculkan potensi kerawanan bagi Bawaslu. Pasalnya, di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, pengawas pemilu di setiap TPS hanya satu orang karena aturan itu dibuat untuk model penghitungan suara satu panel.
“Bagi Bawaslu (penghitungan dua panel) ada potensi rawan. Bawaslu di TPS hanya memiliki satu pengawas, sementara ini ada dua panel,” kata Herwyn dikutip situs resmi Bawaslu RI, Selasa (18/7/2023).
Oleh karena itu, Herwyn menegaskan bahwa Bawaslu akan mengkaji strategi pengawasan dalam mengatasi potensi pelanggaran penghitungan suara dengan dua panel. “Yang paling penting penerapan model baru ini harus memenuhi asas pemilu jujur dan adil yang dapat menghindari kecurangan manipulasi penghitungan suara,” ujar eks Ketua Bawaslu Sulawesi Utara itu.
“Kita akan melihat potensi kerawanan dan pelanggaran. Tim pengawasan mengamati prosedurnya dan cara pemungutan penghitungan suara sampai pada pengisian formulir, supaya tidak ada potensi kerawanan apalagi pelanggaran,” kata Herwyn lagi. Baca juga: Soal Usulan Penundaan Pilkada 2024, Moeldoko Sebut Bawaslu Cuma Curhat Namun, ia mengakui bahwa penghitungan suara dua panel ini memang memudahkan KPPS dan memperpendek durasi penghitungan suara, sehingga ada ruang dan waktu yang cukup untuk mempersiapkan pengisian formulir hasil penghitungan suara.
Hal tersebut berdasarkan hasil simulasi penghitungan suara dua panel yang telah ditempuh KPU dan Bawaslu RI di berbagai daerah. Terakhir, proses simulasi yang disaksikan bersama yakni di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (15/7/2023).
Untuk diketahui, KPU sedang menyusun peraturan soal pemungutan dan penghitungan suara. Berdasarkan rencana, pembagian panel di TPS ini yakni: panel A untuk penghitungan suara pemilu presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg) DPD RI. Kemudian, panel B untuk pileg DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Harus jamin transparansi
Terkait model baru perhitungan suara tersebut, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan agar tetap menjamin transparansi dan partisipasi pemilih untuk memantau prosesnya.
“Misalnya, saat penghitungan suara pilpres berlangsung, penghitungan suara pemilu DPR juga sedang dilaksanakan, sebagai pemilih atau pemantau kalau saya datang sendirian, saya kan hanya bisa mengikuti salah satu saja,” kata Titi pada 28 April 2023. “Padahal, saya ingin mengikuti dan memantau keduanya.
Tentu itu akhirnya mengurangi kualitas akuntabilitas penghitungan suara dibandingkan praktik penghitungan suara yang dilakukan selama ini,” ujarnya lagi. Menurut pengajar hukum di Universitas Indonesia itu, aspek transparansi dan partisipasi warga semacam itu lah yang menjadi salah satu tujuan pemungutan suara dilakukan hanya setengah hari dan langsung dilanjutkan dengan penghitungan suara di TPS.
Titi juga menyoroti kemungkinan terganggunya konsentrasi penghitungan suara antarpanel jika TPS yang ada tidak memadai. Dalam artian, antarpanel jaraknya berdekatan satu sama lain.
Namun demikian, Titi mengapresiasi terobosan KPU ini. Ia menyebutnya sebagai pilihan yang meringankan beban kerja petugas KPPS pada hari pemungutan suara kelak. “KPU perlu terus menyimulasikan tata cara penghitungan ini agar bisa mengidentifikasi problem yang bisa muncul dan segera melakukan antisipasi agar tidak mendistorsi kredibilitas pemilu,” kata Titi.
Sementara itu, KPU mengaku terus melakukan simulasi penerapan model baru penghitungan suara ini dan akan membuka ruang bagi perbaikan. (kompas.online)